Minggu, 29 Desember 2019

Perahu Tak Bertuan

Prolog

Kupandangi wajah istriku yang sedang tertidur pulas. Begitu ayu wajah polosnya, walaupun nampak gurat-gurat rasa lelah di wajahnya setelah mengurus rumah dan anak-anakku seharian. Ingin ku cium keningnya tapi aku takut mengganggu tidur pulasnya.
------

Perkenalkan aku Wirayanto Kusuma, dipanggil Wira. Aku bekerja sebagai pengajar di SMP 1 Tanjung Kemala. Istriku Ningsih Astuti, dia tidak bekerja, karena memang sejak awal pernikahan aku menginginkan istriku untuk fokus mengurus anak-anak di rumah. Sebelum menikah denganku sebenarnya istriku merupakan seorang karyawan bank swasta di kotaku. Aku mempunyai 2 orang anak, bernama Tono Kusuma dan Dwi Putri Kusuma. Selain bekerja sebagai pengajar aku juga memiliki kesibukan membuka les di rumah untuk anak-anak tetanggaku.

Kami menikah sudah 14 tahun Selama pernikahan kami, tidak pernah sekalipun istriku membantah perkataanku. Dia merupakan tipe wanita yang menurut dengan suami. Walaupun terkadang aku sering membentaknya dengan kata-kata kasar.

"Kukuruyuk." Sayup-sayup terdengar suara kokok ayam membangunkan lelap tidurku. Dengan malas-malasan aku membuka mata. Kulihat istriku sudah tidak ada di sampingku. Aku tahu, pasti dia sedang di dapur menyiapkan sarapanku dan anak-anak. Tetapi hari ini dia bangun lebih pagi dari biasanya, karena hari ini merupakan hari spesialku, hari ini aku akan dilantik menjadi kepala sekolah.

POV NINGSIH
"Hari ini aku harus bangun pagi, karena hari ini Mas Wira akan dilantik menjadi kepala sekolah." Gumamku dalam hati. Hari ini hari spesialnya, aku akan memasak pepes kesukaan Mas Wira.

"Pa... bangun." Kupanggil Mas Wira agar segera siap-siap. Kulihat Mas Wira keluar kamar, nampak wajah tampan yang dulu mempesonaku semakin menua dan dihiasi garis-garis halus yang semakin terlihat jelas karena usia. "Mama masak apa?" Tanya Mas Wira kepadaku. Sambil tersenyum aku berkata, "Masak makanan kesukaan papa, ayo tebak masak apa pa?" "Hmmmm, pepes ya?" Jawabnya sembari memelukku dari belakang, yang kemudian dilanjutkan dengan mencium tengkukku. Aku merinding, desir darah kewanitaanku muncul. "Ihhh... Papa... Dah pagi tahu." celetukku sembari mencoba menghindar ketika dia akan menciumku untuk yang kedua kali. "Mama kalau lagi begini cantik deh." Sejak pertama kami menikah, tidak ada yang berubah dengan suamiku, dia begitu pandai merayuku. Hidup dengannya aku merasa sebagai wanita paling beruntung di dunia. Selain pandai merayu di selah-selah kesibukannya dia sering membantu pekerjaan rumah tanggaku.

Jam sudah menjukkan pukul 06.15, kulihat Mas Wira begitu gagah dengan setelan jas hitam yang membalut tubuh kekarnya Akupun tak ingin kalah dengan Mas Wira, aku mengenakan kebaya merah, yang begitu serasi dengan warna kulit putihku. Aku tak ingin mengecewakan Mas Wira di hari spesialnya, aku berdandan layaknya seorang putri yang akan mendampingi sang pangeran. Di undangan memang tertulis bahwa pelantikan akan dimulai pukul 09.00, namun satu jam sebelum acara dimulai seluruh pejabat yang akan dilantik diharapkan hadir di lokasi pelantikan.

Setelah anak-anak berangkat sekolah diantar Mang Ujuk, ojek langganan kami, Kamipun siap-siap berangkat ke lokasi pelantikan. Dengan mengendarai sepeda motor (maklum kami belum punya mobil 😃😃😃) Mas Wira memboncengku ke lokasi pelantikan. Sesampai di lokasi, kulihat sudah banyak sekali orang-orang berpakaian rapi disana. Kamipun berjalan ke dalam gedung. Mas Wira menghampiri seorang laki-laki seumuran dengannya. "Selamat ya Gus." Sapa Mas Wira yang mengejutkan laki-laki yang dipanggilnya Gus itu. Ia pun menoleh, "Eh, Wira, selamat juga buat kamu Wir." Jawab laki-laki yang ternyata bernama Agus setelah kulihat papan nama di dadanya. "Kira-kira kita dapat tugas dimana ya Gus?" Sambung suamiku. "Entah juga Wir, akupun tak tahu dapat tugas dimana." Balas Agus. "Ayo kita duduk Gus" Ajak Mas Wira kepada temannya, merekapun mencari tempat duduk. Aku mengikuti mereka dari belakang, namun aku harus berpisah dengan Mas Wira, karena tempat duduk tamu, berbeda dengan pejabat yang akan dilantik. "Ma... Kamu duduk disini ya." Kata Mas Wira sambil mempersilahkanku duduk di kursi yang telah dipersiapkannya.

Pak Bupati memasuki ruang pelantikan, acarapun segera dimulai. Pembawa acara memanggil satu persatu nama pejabat yang akan dilantik. Tibalah nama Mas Wira, kulihat senyum kecil dibibirnya, nampak wajahnya sungguh bahagia. Menitik air mataku ketika Ia mengucapkan sumpah jabatannya, sedih sekaligus bahagia menari dalam dadaku. Muncul rasa khawatir dalam hati, dapatkah Mas Wira menunaikan amanah ini? Namun segera hilang ketika melihat pancaran bahagia dari wajah Mas Wira.

POV WIRA
Bahagia sekali rasanya, apa yang ku inginkan akhirnya kini kuraih, aku mengucapkan sumpah jabatanku, resmi sudah aku menjadi kepala sekolah. Kulihat wajah istriku juga bahagia melihat pelantikanku ini. Rasa benci dengan ketidaktransparanan kepala sekolah dalam mengelola keuangan sekolah tempat mengajarku dulu, telah mendorongku untuk menjadi kepala sekolah, dengan harapan aku bisa mengubah sistem yang bobrok ini. Aku ingin menunjukkan kepada semua bahwa aku bisa membuat sekolah yang aku pimpin menjadi maju dan berkembang.

Ketika namaku dipanggil, ada sedikit rasa terkejut, karena aku ditempatkan di SMP 3 Muara Bungo yang jaraknya sangat jauh dari tempat tinggalku, ku perkirakan sekitar 90 km. Selain jauh, SMP tersebut juga termasuk daerah pelosok, yang sulit ditempuh kendaraan bermotor kalau musim hujan. Tapi rasa bahagia dan tekadku mengalahkan itu semua. Membayangkan sekolah yang aku pimpin menjadi maju, membuat semangatku menyala kembali.
-----

Selesai sudah acara pelantikan, aku pulang ke rumah bersama istriku. Tak lama setelah kami sampai di rumah, anak-anakpun sampai di rumah dengan di antar Mang Ujuk. "Assalamu'alaikum, paaa, maaa, kami pulang" terdengar suara anak-anakku dari depan pintu. "Wa'alaikumussalam, anak mama sudah pulang, kok adik merengut?" Tanya istriku pada anak keduaku, "Waktu ngerjain tugas di sekolah tadi, adik dapat nilai 50 ma." Jawabnya sembari menahan tangis. "Ohhh, soal itu adik gak usah sedih, nanti kita belajar lagi ya, tunjukkin sama bu guru kalau adik bisa." Bujuk istriku. "Supaya adik tidak sedih, nanti alam kita jalan-jalan ke taman." Tambahku. Aku memang ingin mengajak anak-anak bermain di taman malam ini, sebagai ungkapan rasa bahagia atas pelantikanku. "Asyikkkk, bener ya pa?" Timpal kakak. "Iya sayang" jawabku. Kulihat senyum gembira dari kedua anakku.
------

Malam telah larut, anak-anak telah tidur di kamarnya setelah lelah bermain di taman. Namun, rasa kantuk tidak juga menyerangku. Kulihat istriku juga sama, nampak tidak ada tanda-tanda kantuk di matanya. "Ma, papa ditempatkan di desa Muara Bungo, tempatnya jauh loh ma, lebih kurang 90 km dari rumah kita." Ucapku memulai percakapan. "Ya pa, mama tahu, biarpun jauh tapi papa senangkan?" Jawab istriku. "Ya ma, papa senang, tapi ..." Kuurungkan kalimatku. "Tapi apa pa?" Selidik istriku. "Gak apa-apa ma." Jawabku. "Bener ni papa gak apa-apa?" Selidik istriku lagi. "Ya ma, papa gak apa-apa, papa cuma khawatir dengan mama, karena papa akan lebih sering pulang telat." Jawabku. "Mama gak apa-apa kok pa, asalkan papa amanah, mama rela papa pulang telat." Lanjut istriku. Kucium keningnya, istriku membalas dengan pelukannya, terasa hangat sekali malam ini. Lelah yang tadi sempat melanda tidak dapat menghalangi kami untuk menikmati indahnya malam ini.

0 komentar:

Posting Komentar